"Persimpangan Jalan Arab Saudi"

PERNYATAAN putra mahkota Kerajaan Arab Saudi Pangeran Muhammad bin Salman pada konferensi investasi di Riyadh pada 24 Oktober lalu benar-benar sebuah afirmasi. ’’Kami tak akan membuang-buang waktu lagi. Kami akan menghancurkan pemikiran-pemikiran ekstrem sekarang dan sesegera mungkin,’’ katanya.

Ucapan itu diikuti pernyataan Menlu Adel Al Jubeir yang menyebutkan kerajaan telah memecat ribuan imam aliran Wahabi yang ekstrem. Itu menunjukkan negara pelayan dua kota suci tersebut berada di persimpangan jalan. Arahnya jelas, Saudi akan bergerak ke arah moderat dan negara berbasis ekonomi. Apalagi, putra mahkota mengucapkannya pada pembukaan sebuah proyek zonasi kawasan khusus senilai Rp 6.800 triliun bernama NEOM.

Salah satu yang menjadi penyebab utamanya adalah ekonomi. Sejak harga minyak jatuh pada 2014, APBN Saudi terus defisit. Pada 2015 tercatat defisit SAR 366 miliar dan 2016 sebesar SAR 297 miliar. Defisit tersebut juga memaksa Saudi melakukan IPO Aramco (Pertamina-nya Saudi) dan melakukan reformasi fiskal. Istilah itu berarti Saudi mulai menerapkan pajak kepada warga negaranya.

Itu juga yang akan membuat arah perkembangan dunia akan bergerak. Terutama penyebaran paham Wahabi di seluruh dunia. Sudah menjadi rahasia umum, Saudi mendanai gerakan wahabisme di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Itu adalah bentuk perang ideologi dan perebutan pengaruh di kawasan, terutama dengan Iran. Dan yang terbaru lagi dengan Qatar.

Pasti akan ada pengaruhnya terhadap gerakan Islam di mana-mana, termasuk di Indonesia. Sebab, salah satu sponsor utamanya berniat menyetop aliran dana untuk gerakan yang di negaranya sendiri mulai dianggap ekstrem tersebut. Hanya, seberapa jauh, ini yang masih perlu dicermati lagi perkembangannya.

Yang jelas, Saudi harus berhati-hati dalam melakukan transisi. Sebab, dalam tiap periode perubahan, selalu ada sisi buruk. Pada akhir 1979, karena menganggap rezim tak lagi bersandar pada Islam, seorang militan bernama Juhayman membajak Masjidilharam dan menyandera ratusan jamaah haji di sana. Pada akhir 1990-an, Saudi direpotkan dengan urusan Taliban dan mantan salah seorang anak kesayangannya, Osama bin Laden dan Al Qaeda-nya.

Meski secara geografis jauh, Saudi secara geopolitik dekat dengan Indonesia. Karena itu, perkembangan apa pun yang terjadi di sana, kita harus mencermatinya. Ibarat kata, jika Arab Saudi flu, yang di Indonesia bisa batuk-batuk.
Previous
Next Post »
0 Komentar