"UMP Naik saat Ekonomi Muram"

MEMENUHI agenda tahunan, pemerintah akhirnya menetapkan upah minimum provinsi (UMP) 2018 naik 8,71 persen. Kenaikan yang disampaikan menteri ketenagakerjaan itu lebih tinggi daripada kenaikan 2017 yang sebesar 8,25 persen. Seperti siklus, kenaikan tersebut juga diikuti perdebatan dan demo-demo. Buruh ingin naik setinggi-tingginya, pengusaha ingin kesulitannya didengar sebelum kenaikan upah diterapkan.

Kenaikan UMP tahunan itu dilakukan saat kondisi ekonomi masih belum cerah benar. Rezim Jokowi belum bisa menemukan formula tepat untuk menggairahkan pasar. Pertumbuhan ekonomi yang berkisar 5 persen jelas menambah beban dunia usaha ketika kenaikan upah secara berkala ditetapkan.

Komponen upah yang membesar di tengah kelesuan juga bisa mengurangi daya tarik investasi padat karya. Padahal, investasi padat karya itulah yang jadi kunci solusi pengangguran yang kian besar. Maka, cukup mencemaskan bila pemerintah mempertinggi kenaikan UMP justru ketika ekonomi melemah.

Namun, kepentingan buruh juga mesti dipikirkan. Mereka juga tertekan dengan kemuraman ekonomi. Sekilas kenaikan upah bisa menjadi obat. Namun, dalam skala besar, itu justru bisa mengorbankan kalangan buruh sendiri. Yakni, ketika tekanan biaya upah tak tertahankan bagi kaum industrialis, bisa terjadi pengurangan tenaga kerja. Demo sekeras apa pun tak bisa menyelesaikan problem tersebut.

Situasi arus buruh lintas negara juga kian menekan daya kompetisi buruh kita. Apalagi bila buruh dijadikan syarat investasi. Mau investasi asal bawa buruh sendiri. Alasannya mungkin bukan soal upah atau buruh kita kurang terampil. Tapi, suasana terlalu demokratis dalam kebebasan berserikat buruh kita bisa membuat grogi investor tersebut. Lebih baik bawa buruh sendiri yang bisa dikontrol, tidak demo, dan kerja, kerja, kerja.

Perlu upaya serius pemerintah agar dunia perburuhan kita lebih tenang. Jangan sampai ada ribut berlebihan mengiringi penetapan UMP kemarin. Perlu diingat: ekonomi belum cerah dan pilihan pekerjaan tak banyak. Sementara itu, pekerja asing dengan mudah bisa menggantikan buruh kita. Kompetisi perburuhan kian sengit di zaman now.

(*)
Previous
Next Post »
0 Komentar