"Kepahlawanan Zaman Now"



Rakyat semburat ’’menempuh jalan takdir’’ mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Pemuda dari beragam suku bangsa membentuk formasi menghadang Belanda yang membonceng Sekutu, untuk akhirnya ’’melinggis’’ tentara Inggris. Heroisme merasuki rohani putra-putri Indonesia untuk menyempurnakan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dalam aksi nyata.

Angkatan muda membuktikan diri sebagai ’’alteri’’ perjuangan. Bung Karno dan Bung Hatta tergiring ’’diamankan’’ di Rengasdengklok oleh pemuda yang ’’tidak sabar’’ ingin merdeka. Bahkan suara bernas ’’Bung Muda’’ yang Pidato 1 Juni 1945 disambut dengan tempik sorak yang membahana dari ruang rapat BPUPK. Semua itu adalah mozaik historis yang diukir kawula muda ’’generasi milenial’’ pada tarikh waktunya.

Kini di zaman now, dunia sedang bergerak dengan cepat. Inovasi dan kreasi yang berbasis internet meluncur bagai banjir bandang merasuki seluruh teritori kehidupan. Perkembangan teknologi informasi mesti dipahami sebagai ’’papan selancar’’ generasi milenial mematangkan diri. Geger virus digital WannaCry alias WannaCrypt (Wanna Decrypto, siber ransomware WannaCry), sebuah malicious software (malware) yang menyerang Microsoft Windows beberapa bulan lalu tampak dramatis.

Harian ini melansir banyak pewartaan mengenai gonjang-ganjing WannaCry ini dengan mendeteksi 230 ribuan komputer di 150 negara goyah terinfeksi. Peretasan ini bukanlah fenomena tunggal dalam ruas internet. Pada 2001 dunia dihebohkan hacker komputer World of Hell (WoH) dengan pesan antiperang dan antikorupsi. Operasi Shady Rat juga mewarnai serangan siber global pada 2006–2011 yang mengganggu badan dunia sekaliber PBB maupun Komite Olimpiade. Red October 2012 selaku program malware spionase siber juga merepotkan lembaga pemerintahan berskala mondial. Kaum muda yang beranjak menatap ruang waktu dibuat tertantang ’’merakit’’ pengaman data komputer yang menunjukkan kecerdasan generasi milenial.

Anak-anak zetizen menjelang Pilgub Jatim 2018 pun diperebutkan di tengah semaraknya ujaran radikal, makar, dan intoleran. Generasi tua pantas menyandang karakter pahlawan apabila tidak mewariskan virus dendam dan kebencian. Buat apa kekuatan bangsa tersedot untuk membopong ’’cerita bohong’’, saling ejek, dan menista sesama. Renungkanlah bahwa keutuhan NKRI sesungguhnya sedang dipertaruhkan justru di saat usai NKRI beranjak matang dan menua dalam fase yang sangat kompleks.

Literatur telah menorehkan literasi hadirnya periodesasi generasi: Waktu usai Perang Dunia II, 1946–1964 dipatok era generasi baby boomer. Tarikh 1965–1980 merupakan ajang waktu generasi X yang mengantar hadirnya generasi Y, berdurasi 1981–1994. Adapun generasi Z, berkurun 1995–2010, suatu generasi yang beratribut i-generation, generasi-net, bibit keberlanjutan generasi Y yang keluar dari rahim generasi X. Kini zaman sedang mengandung generasi alpha, 2011–2025.

Sadari bahwa generasi milenial merupakan penggenggam kecanggihan berjejaring multitasking dengan independensi pilihan. Inilah generasi serbagadget dengan penguasaan beragam vitur serta akses informasi tak berbatas. Teknologi internet menjadi instrumen vital hidupnya yang menyibak dunia amat berbeda dengan tata hidup generasi sebelumnya (X dan Y).

Mempersiapkan hadirnya jiwa kepahlawanan generasi milenial yang memiliki supremasi digital sejurus hadirnya generasi alpha yang berkeunggulan nanoteknologi adalah panggilan takdir. Tugas orang tua Indonesia adalah membekali generasi milenial yang superteknologi ini dengan berjiwa nasionalisme dalam tataran negara bangsa (nation state). Nilai-nilai dasar Pancasila dan moralitas keagamaan harus maujud dalam laku generasi milenial: manusia yang beriman, adil dan beradab, berpersatuan, berkerakyatan penuh hikmah, serta berkeadilan sosial. Inilah generasi yang berwawasan global, tetapi tetap berpijak kepentingan nasional sedasar dengan adagium think globally-act locally.

Generasi milenial inilah yang akan memainkan peran seabad Indonesia (2045). Pada 2045, umur mereka dikualifikasi masuk fase paling produktif (30–50 tahun). Enterprising spirit yang membuncah harus dirabuki dengan semangat patriotisme-solidaritas sosial sehaluan dengan jiwa kepahlawanan rela berkorban untuk bangsa.

Terhadap hal ini saya teringat sikap Dokter Soetomo yang merasakan perihnya derita rakyat dan menuang terang, yakni, selain diri kita sendiri, tidak ada yang akan menolong. Sang dokter menggagas Boedi Oetomo dengan ungkapan humanis-teologis: ’’Tolonglah dirimu sendiri dan Tuhan pun akan menolongmu’’. Dokter Soetomo bersumpah bahwa hari depan tanah air kita terletak di tangan kita. Selanjutnya, Bung Tomo dengan retorikanya ’’memandu pergerakan’’ arek-arek Suroboyo di ajang ’’perang semesta’’ 10 November 1945.

Gelorakan spirit nasionalisme dalam sanubari generasi milenial. Sosok yang bisa memilih dan memilah informasi yang meneguhkan kepentingan nasional, gotong royong, berpancasila, UUD 1945, dan mengerti arti Bhinneka Tunggal Ika sebagai nilai kodrati bernegara.

Mari kita persiapkan hadirnya pahlawan generasi milenial yang imun dari gelombang viralnya nafsu main kuasa, sok jagoan, mengabaikan keadilan, apalagi sambil meminjam bahasa Albert Camus (1913–1960), penerima hadiah Nobel Sastra 1957, suka memersekusi ’’orang asing’’ (L’Etranger). Generasi zaman now harus terpanggil memperkukuh NKRI dengan harkat, martabat, dan kehormatan. (*)

(*) Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Hukum Universitas Airlangga)
Previous
Next Post »
0 Komentar