Bakti sosial Gereja Ditolak Ormas, Karena tema acara yang memicu Kristenisasi

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menilai penolakan sekelompok organisasi kemasyarakatan ormas Islam terhadap kegiatan bakti sosial (baksos) Gereja Santo Paulus, Pringgolayan, Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta Minggu, 28 Januari 2018, karena pengemasan acaranya kurang tepat.

"Mbok baksos itu enggak usah mengatasnamakan gereja, kan (persepsinya) jadi lain," ujar Sultan menjawab pertanyaan Tempo Rabu, 31 Januari 2018.

Menurut Sri Sultan bakti sosial gereja di tengah lingkungan warga muslim tak perlu dikemas dengan identitas yang berpotensi memicu gesekan. "Itu dengan konteks agama lain pun masalahnya juga akan sama, nggak mesti Kristen-Islam," ujarnya. Sultan menuturkan, penggunaan identitas gereja tidak jadi persoalan jika di kalangan internal mereka sendiri. "Ya padha-padha lah (ya sama-sama lah)."

[post_ads]

Sultan tidak sependapat jika disebut bahwa penolakan ormas itu sebagai razia atau pemaksaan. Sebab, kata dia, sebelumnya sudah ada dialog dengan kepolisian, panitia gereja dan pihak ormas. Sultan meminta persoalan pembatalan baksos gereja tersebut tak perlu diperpanjang. "Sudah dimediasi polisi," katanya.

Gereja Santo Paulus, Pringgolayan semula akan menggelar bakti sosial di rumah Kasmijo, Kepala Dusun Jaranan, Banguntapan. Kegiatan merupakan rangkaian dari memperingati 32 tahun berdirinya gereja sekaligus peresmian paroki dari paroki administratif menjadi paroki mandiri.

Namun, sebelum bakti sosial dilaksanakan, pada Ahad pagi, 28 Januari 2018, sejumlah pemuda masjid dan ormas yang mengatasnamakan Islam mendatangi lokasi bakti sosial yang baru akan dimulai pagi itu. Di antaranya Front Jihad Islam (FJI), Forum Umat Islam (FUI) dan Majelis Mujahidin Indonesia. Mereka menolak bakti sosial dengan alasan kristenisasi dan meminta panitia gereja memindahkan kegiatan itu di gereja.

Bupati Bantul Suharsono mengaku kecolongan dengan adanya aksi ormas yang membatalkan baksos itu. "Semua agama yang diakui di Indonesia harus dihormati, tidak bisa suatu ormas melarang kegiatan dari agama yang diakui itu jika kegiatan itu tidak melanggar aturan berlaku," ujar Suharsono.

Suharsono mengatakan berusaha menjaga teguh keberagaman di Bantul meski berulangkali coba dikoyak tindakan intoleran. Dan ia berjanji tetap berada di garis depan untuk melawan tindakan yang mengganggu keberagaman. Menurutnya ada sejumlah kasus yang berpotensi mengusik kehidupan beragama namun berhasil ia tangani sejak menjabat. (Pribadi Wicaksono/Tempo)

Previous
Next Post »
0 Komentar