"Kami ingin menghadirkan Jakarta sebagai kota yang standar moralnya tinggi. Kami tidak ingin Jakarta kompromis terhadap praktik yang tak sesuai dengan Perda."
Pada kesempatan tersebut, Anies berjanji kepada para tokoh lintas agama yang hadir untuk tidak berkompromi terhadap perbuatan asusila dan perbuatan melanggar moral. Ia bahkan membanggakan prestasinya menutup Griya Pijat Alexis di Jakarta Utara setelah seminggu menjabat pasca dilantik Presiden RI pada 16 Oktober 2017.
Alexis memang sudah jadi sasaran tembak Anies dan pasangan, Wakil Gubernur Sandiaga Uno, sejak masa kampanye Pilkada DKI 2017. Mereka menuding ada praktik prostitusi di hotel dan griya pijat Alexis. Dalam kampanye pun, Anies menyebut kepemimpinan pemprov sebelumnya membiarkan praktik itu terjadi.
Gayung bersambut, polemik Alexis itu pun 'digoreng' kelompok kanan yang juga dikenal sebagai pendukung Anies-Sandi dalam Pilgub.
Sepekan setelah Anies-Sandi menjabat, pada 27 Oktober 2017, tempat hiburan malam itu habis masa izinnya. Itu pun menjadi celah bagi Anies-Sandi menutup tempat tersebut dengan jalan tidak memberi perpanjangan izin.
Nasib sama juga dialami Diamond Club and Karaoke yang ditutup karena diketahui ada peredaran narkoba di tempat itu. Anies pun menutup klub malam ini pada November lalu.
Meski begitu, gerilya Anies-Sandi mewujudkan Jakarta sebagai kota bermoral tak berlanjut di gelaran Djakarta Warehouse Project (DWP). Sebelum digelar Festival musik elektronik (EDM) itu sempat mendapatkan penolakan dari gabungan kelompok Islam, terutama dari wilayah Kemayoran, Jakarta Pusat tempat diadakan.
Sejumlah organisasi kemasyarakatan, seperti Forum Umat Islam (FUI) dan Kebangkitan Jawara dan Pengacara (Bang Japar) menolak keras galaran itu. Mereka bahkan meminta Pemprov DKI Jakarta dan kepolisian tidak mengeluarkan izin untuk pesta musik tahunan tersebut.
Nyatanya, Pemprov DKI Jakarta memperbolehkannya dengan syarat tak ada pelanggaran perda, termasuk peredaran miras di acara itu. Kala itu, Anies bahkan mengklaim telah menginstruksikan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mengerahkan aparatnya untuk memastikan penegakan ketertiban.
"Kami juga akan minta pihak kepolisian untuk membantu pengamanan dan memastikan bahwa semua aturan yang ada di republik ini ditaati," kata Anies pada 14 Desember 2017.
Namun, dari pantauan yang juga meliput festival itu dalam dua hari, 15 dan 16 Desember 2017, masih terpantau ada penjualan miras dengan syarat pembeli yang terbatas usia.
Ada lima tempat yang menjual minuman keras. Kelima tempat penjualan miras tersebar di sekitar tiga panggung pertunjukan yang ada.
Bahkan dua perusahaan miras menjadi sponsor acara ini. Ada perusahaan miras asal Amerika Serikat dan asal Indonesia. Masing-masing memiliki spot khusus masing-masing di DWP 2017.
Soal itu, beberapa kali mencoba mengklarifikasi ke penyelenggara acara, namun hingga pesta berakhir tak ada penjelasan yang disampaikan perwakilannya baik lewat balasan pesan, jawab telepon, maupun ketika bertemu di lokasi.
Sementara itu, klaim Anies yang menginstruksikan petugas ke lapangan juga tak terlihat. Berdasarkan pantauan, hanya ada petugas keamanan internal yang menggunakan kaos berkerah warna kuning dan abu-abu.
Soal pembatasan penjualan miras tercantum dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 74 Tahun 2005. Perda itu menyebut bahwa pengunjung yang belum berumur 21 tahun dilarang memasuki tempat hiburan dan membeli miras. Tempat hiburan yang dimaksud adalah bar, diskotek, dan klub malam.
Sementara, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol menyebutkan, tempat yang diperkenankan bagi penjualan miras hanyalah supermarket dan hipermarket.
Setelah gelaran hari pertama, mengonfirmasi kepada Sandi perihal peredaran miras di DWP 2017. Sandi hanya berjanji akan menindaklanjuti jika dirinya sudah menerima laporan terkait hal itu.
"Belum ada laporan tapi nanti akan kita tindak lanjuti. Begitu ada laporannya nanti kita akan update," kata Sandi saat ditemui di kawasan Kalijodo, Jakarta, 16 Desember 2017.
Namun tak ada kelanjutan penanganan. Gelaran hari kedua DWP 2017 tetap berjalan, dan pemandangan seperti hari pertama pun masih terlihat.
Mimpi yang Sulit
Setelah 100 hari kepemimpinannya, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai mimpi Anies-Sandi menjadikan Jakarta sebagai role model kota bermoral masih panjang.
Agus menilai penutupan Alexis, Diamond, dan usaha sejenis tidak serta-merta membuat Jakarta lebih bermoral. Apalagi dengan masih tidak jelasnya langkah Pemprov DKI Jakarta setelah penutupan tempat-tempat itu.
"Setelah ditutup, dipantau atau tidak? Kalau tidak ya percuma, akan muncul tempat lain," ujar Agus saat dihubungi, Senin (22/1).
Ia mengatakan Pemprov DKI yang kini dipimpin Anies-Sandi harus melakukan pengawasan yang berkesinambungan terkait tempat hiburan malam. Salah satunya, apakah para pekerja dari tempat hiburan yang sudah ditutup atau di tempat lain tidak lagi melakukan hal-hal yang dituduhkan sebelumnya.
Lebih lanjut, Agus menilai mimpi Anies-Sandi membuat Jakarta menjadi kota bermoral hanya slogan politik. Apalagi dikaitkan dengan penegakan perda. Agus menilai soal Jakarta Bermoral hanya cara untuk meraih dukungan.
"Itu namanya politik, untuk mencari massa," kata Agus.
Sementara itu, salah satu ormas yang mendukung Anies-Sandi sejak awal, Bang Japar, menyatakan akan tetap menyokong pemprov soal membangun Jakarta Bermoral. Ketua Divisi Hukum Bang Japar, Juju Purwantoro, mengatakan salah satuny adalah apresiasi dan dukungan atas langkah Pemprov DKI Jakarta menutup tempat hiburan yang tidak sesuai regulasi dan nilai agama.
Namun dalam soal DWP 2017, Juju mengaku Bang Japar menyesalkan kelalaian Pemprov dan penegak hukum. Padahal, kata Juju, pihaknya sudah mengingatkan berbagai pihak sedari awal.
"Ternyata pengawasannya masih lemah, baik dari aparat keamanan maupun Pemda," kata Juju, Senin (22/1). (cnnindonesia)
0 Komentar