Dibully Guru, Murid Nekad Minum Racun Rumput. Kok Bisa?





Beberapa bulan lalu media sosial sempat dihebohkan dengan aksi bully (perundungan) yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa terhadap rekannya yang berkebutuhan khusus. Kemarin (31/08/2017), kejadian serupa terjadi disalah satu sekolah di Kabupaten Lembata Propinsi Nusa Tenggara Timur. Berbeda dengan aksi perundungan pada umumnya, perilaku merundung kali ini dilakukan oleh seorang guru terhadap salah satu siswanya. Ironisnya tindakan tersebut dilakukan di dalam kelas pada saat kegiatan pembelajaran. http://mediasurya.com/malu-di-hina-guru-siswa-satap-waiwaru-ileape-minum-racun/

Fabianus Keko (16), siswa kelas III SMP Negeri 2 Satap Waiwaru, dilarikan ke rumah sakit setelah ketahuan menenggak racun rumput. Fabianus nekad minum racun usai dirinya dihina oleh oknum guru bahasa Indonesia. Penghinaan itu dilakukan  di hadapan teman – temannya pada saat pembelajaran berlangsung. Hingga saat ini Fabianus masih dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Lewoleba. Informasi terakhir menyebutkan bahwa Fabianus akan dirujuk ke RSUD WZ. Yohanes Kupang. http://www.weeklyline.net/hukum/20170902/sekalipun-ditegur-kepsek-guru-ina-masa-bodoh.html

Perundungan yang dialami Fabianus berupa ujaran oknum guru yang mendiskreditkan kehidupan Fabianus. “Dia bilang saya punya rumah seperti kandang babi. Lalu, saya keturunan atau anak dari orang tua tidak jelas. Makanan yang saya makan tidak sama dengan yang dia makan. Makanan saya seperti makanan babi. Dia hina saya di depan murid lainnya dalam kelas. Selama pelajaran berlangsung,” ungkap Fabianus.  http://www.weeklyline.net/humaniora/20170902/kpad-kawal-kasus-fabianus-dinas-pko-lembata-warning-kepsek.html

Kasus perundungan di atas menambah daftar panjang tindakan tak terpuji yang dilakukan oleh pelaku pendidikan. Di saat pemerintah berupaya menjamin lingkungan sekolah yang lebih baik, tindakan perundungan justru dilakukan oleh oknum guru yang seharusnya menjadi teladan.  Meskipun beberapa kasus tidak sampai menimbulkan korban jiwa namun perilaku perundungan tersebut sangat berdampak pada psikologis dan perkembangan kejiwaan anak.

Kasus perundungan yang terjadi di sekolah membuktikan bahwa sekolah tidak lagi menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi siswa. Kasus perundungan yang menimpa Fabianus dilakukan oleh oknum guru dalam lingkungan sekolah, dihadapan para siswa. Beberapa siswi mengakui menyaksikan kejadian tersebut tetapi hanya bisa menangis, tidak berani mencegah dan tidak dapat berbuat apa – apa.

Pada umumnya pihak sekolah dalam kaitan dengan kasus ini akan memberikan teguran kepada oknum guru. Tetapi teguran tanpa upaya pencegahan sama saja dengan melakukan pembiaran. Tindakan tegas baru diambil setelah jatuh korban. Pihak sekolah tahu bahwa kekerasan itu pernah terjadi dan sering dilakukan tetapi kurang peka untuk mengambil langkah penghentian. Hasilnya korban pun secara psikis merasa tertekan, merasa tidak mendapatkan perlindungan dari orang dewasa di lingkungan sekolahnya, putus asa dan kemudian memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Pembiaran kekerasan di lingkungan sekolah akan menjadikan kekerasan itu sebagai suatu hal yang biasa bagi anak-anak. Mereka tidak akan melaporkan oknum guru dan  menganggapnya sebagai hukuman atas kelalaian. Baru setelah jatuh korban, pelaku kekerasan ditindak. Itupun hanya dilakukan apabila ada dugaan dari orang tua yang mengklaim sekolah tidak dapat diandalkan sehingga lebih memilih melaporkan aksi perundungan kepada pihak yang berwajib.

Kasus perundungan di sekolah tidak dapat diselesaikan dengan memfokuskan perhatian pada perilaku siswa saja tetapi pada semua elemen yang ada di lingkungan sekolah. Karena itu guru perlu diberi pendidikan tentang bagaimana menjauhi tindakan perundungan. Guru harus memiliki kepekaan menanggapi perilaku siswa sehingga dapat mengambil tindakan dengan tujuan memberikan pelajaran (hukuman) tanpa bermaksud mendiskreditkan siswa.

Kepekaan dan kemampuan guru dalam mencegah tindakan perundungan oleh guru itu sendiri  harus diberdayakan. Dalam berbagai kasus fakta menunjukkan bahwa banyak guru dan kepala sekolah yang belum mampu menangani atau mencegah kasus kekerasan yang terjadi di sekolah. Untuk itu pemerintah diharapkan terus melakukan pemantauan dan sosialisasi sehingga kasus perundungan baik oleh guru maupun siswa dapat dihindarkan.

Perundungan dapat dilakukan dengan spontan tetapi juga terencana. Apabila dilakukan secara spontan umumnya dilakukan tanpa sengaja misalnya ketika kita berada dipuncak kemarahan. Perundungan secara terencana pada dasarnya ditujukan pada satu orang atau sekelompok orang. Karena direncanakan maka dapat dilakukan berulang – ulang. Perundungan terencana biasanya memiliki motif.  Dalam kaitannya dengan kasus Fabianus penulis tidak punya wewenang untuk menyimpulkan lebih jauh.

Perundungan kini sudah menjadi semacam budaya. Tulisan ini tidak bermaksud mendiskreditkan atau mengecilkan peran guru dalam upaya mendidik generasi bangsa, tetapi lebih kepada opini untuk menanggapi kasus perundungan yang menimpa Fabianus. Mari kita jaga lingkungan sekolah kita agar budaya perundungan jangan tumbuh di sana.
Sekolah  tempat paling subur untuk membangun budaya, dan seharusnya yang disuburkan adalah budaya positif yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

SEWORD
Previous
Next Post »
0 Komentar