Secarik kertas berisi ikrar para pemuda dari seluruh Indonesia yang menyatakan tanah air, bangsa dan bahasa yang satu, yaitu Indonesia. Gema Sumpah Pemuda berkumandang di seluruh wilayah di Indonesia sampai saat ini, 28 Oktober 2017.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia
Bahasa menjadi poin penutup sumpah para pemuda itu, seperti merekatkan ikrar terhadap tanah air dan bangsa. Setelah lebih dari 100 tahun sumpah berulang, bagaimana para pemuda sekarang berbahasa Indonesia?
Kids jaman now. Begitu kalimat yang kini sedang populer dalam percakapan. Dua kata bahasa Inggris dan satu bahasa Indonesia tidak baku --kata bakunya adalah zaman.
Bagi sebagian orang, kids jaman now itu menjadi satire terhadap kecenderungan generasi muda menggunakan bahasa Inggris daripada Indonesia.
Banyak yang merasa khawatir serbuan bahasa remaja atau umum disebut bahasa alay, di antaranya pencampuran bahasa Ingris serta Indonesia, menggerus bahasa Indonesia.
Bahasa alay, kata praktisi bahasa Uu Suhardi, bukan hal yang buruk. Dalam arti tidak merusak bahasa Indonesia, asal pemakaiannya sesuai dengan konteksnya.
"Nanti juga akan hilang seiring dengan berjalannya waktu. Bahasa prokem dulu juga begitu. Malah menyumbangkan kata buat bahasa Indonesia, misalnya cuek, yang masuk KBBI," kata penulis buku Celetuk Bahasa ini kepada Beritagar.id.
Dalam ragam formal, bahasa alay tak bisa masuk, misalnya, dalam ujian nasional mata pelajaran bahasa Indonesia. Di tengah serbuan bahasa remaja itu, bagaimana nilai ujian mata pelajaran bahasa Indonesia kid zaman now di sekolahnya?
Lokadata.beritagar.id mengolah data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang nilai ujian nasional tingkat Sekolah Menengah Atas.
Pada 2017, nilai bahasa Indonesia tingkat SMA --jurusan IPA, IPS dan SMK-- ternyata berada di atas mata pelajaran lain, termasuk dibandingkan dengan bahasa Inggris. Hanya Sulawesi Tenggara yang nilai bahasa Indonesia-nya lebih rendah ketimbang bahasa Inggris.

Perbandingan nilai rata-rata ujian nasional bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris tingkat SMA.© Lokadata Beritagar /Kemendikbud
Hasil ujian nasional mata pelajaran bahasa Indonesia itu cukup membanggakan sekaligus memupus sedikit kekhawatiran bahwa kemampuan berbahasa Indonesia generasi muda akan tergerus bahasa asing.
Meski bisa disebut membanggakan, tetap saja ada catatan seperti nilai bahasa Indonesia terus turun selama tiga tahun terakhir. Selain tren penurunan nilai, ada catatan lain seperti materi soal ujian nasional.
Soal ujian untuk bahasa Indonesia, kata Suhardi, tidak cocok dengan pilihan ganda karena bukan sekadar urusan benar-salah. "Nilai tinggi itu didapat dari hafalan, biasanya lewat bimbingan belajar," kata Suhardi.
Penurunan nilai ujian nasional sebenarnya tak hanya terjadi pada pelajaran bahasa Indonesia. Rata-rata nasional memperlihatkan semua pelajaran menurun.
Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Nizam mengatakan, turunnya rata-rata nilai ujian nasional SMA 2017 disebabkan semakin banyak sekolah yang beralih dari metode Ujian Nasional Berbasis Kertas dan Pensil (UNKP) menjadi Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).
Nizam menyebut bahwa di daerah-daerah masih banyak siswa maupun sekolah yang meraih nilai tinggi dalam pelaksanaan UNBK. Sekolah yang mengalami penurunan pencapaian, kata Nizam adalah mereka yang sebelumnya diketahui memiliki Indeks Integritas Unas (IIUN) rendah. Sementara yang IIUN-nya tinggi cenderung mengalami kenaikan.
Ihwal soal pelajaran, Kemendikbud berencana membuat soal ujian nasional lebih bervariasi pada 2018. Soal sebagian besar masih berupa pilihan ganda. Nizam mengatakan, bentuk soal ujian nasional yang variatif itu bertujuan untuk mengukur level kognisi siswa lebih dalam.
Hasil ujian mata pelajaran bahasa Indonesia sebenarnya jauh lebih baik ketimbang 10 tahun ke belakang. Hanya ada lima wilayah yang "merah" nilai bahasa Indonesia-nya, yaitu Aceh, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, dan Papua. Meski nilai rata-rata di bawah 50, nilai bahasa Indonesia di kelima provinsi itu masih lebih bagus ketimbang mata pelajaran lain. (Lihat diagram di atas) Pada 2007, sempat heboh nilai ujian nasional bahasa Indonesia anjlok.
Banyak Siswa tidak lulus karena gagal pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Dari beberapa kali pelaksanaan ujian nasional ketika itu, nilai bahasa Indonesia selalu paling rendah secara nasional. Nurhayati, Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, J
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, FKIP Universitas Sriwijaya Palembang menyebutkan berbagai faktor menjadi penyebab siswa gagal dalam mata pelajaran bahasa Indonesia termasuk gagal dalam ujian nasional. Dalam makalah berjudul "Berbagai Strategi Pembelajaran Bahasa dapat Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Siswa", Nurhayati menyatakan penyebab pertama adalah siswa menyepelekan bahasa Indonesia karena merasa sudah digunakan dalam kehidupannya sehari-hari.
Penyebab kedua, rendahnya minat siswa untuk belajar bahasa Indonesia. Banyak siswa yang tidak memiliki motivasi untuk belajar bahasa Indonesia. Di banyak sekolah, siswa justru lebih termotivasi belajar bahasa Inggris dan berprestasi dalam bahasa Inggris tinimbang dalam bahasa Indonesia. Kemungkinan lain yang menjadi penyebab anjloknya nilai bahasa Indonesia ialah orientasi pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah pada tata bahasa, bukan bagaimana menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan baik dan benar. Jika demikian adanya,
wajar saja siswa mendapatkan nilai yang rendah dalam berbahasa Indonesia. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya yang menyebabkan kemampuan siswa lemah dalam bahasa Indonesia ialah metode pembelajaran yang digunakan oleh guru. Guru yang hebat adalah tidak hanya mengajar, tetapi mampu membangkitkan kecintaan siswa terhadap bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia bisa jadi menjadi menjemukan karena guru tidak menarik dalam mengajarkannya. Belajar bahasa, tulis Nurhayati, adalah belajar menggunakan bahasa tersebut pada aspek pemahaman maupun produktif bukan sekadar belajar tentang bahasa. Pada Hari Sumpah Pemuda 2017 sekarang ini, semoga tidak ada lagi sumpah serapah orang tua atau guru mengenai nilai bahasa Indonesia anak didiknya.
0 Komentar