Persaudaraan Alumni 212, melalui Dewan Pembina Habib Rizieq Syihab, punya peta politik untuk Pilkada 2018. Bagaimana tanggapan PDIP?
"Yang penting Pemilu itu untuk rakyat. Yang memilih pemimpin itu rakyat, bukan tokoh sehingga hal-hal yang dianjurkan dengan cara kurang pas, biar rakyat yang menilai," kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kepada wartawan di Tugu Proklamasi, Cikini, Jakpus, Sabtu (27/1/2018) malam.
Hasto menjelaskan, biarlah rakyat yang menilai dan rakyat yang akan menentukan pemimpinnya. "Serahkan pada rakyat, apakah memilih berdasarkan kinerja atau ada pertimbangan lain," ucap Hasto.
"Mari kita lihat bahwa wajah politik membangun peradaban. Jangan wajah politik membangun permusuhan. Setiap warga negara yang baik untuk hargai suara rakyat. Biarlah rakyat jadi hakim terbaik dan memilih berdasarkan track record karena bangsa ini dibangun susah payah pada 28 Oktober kita bangun komitmen bangsa," kata Hasto.
Peta politik itu dibacakan Ketua Umum PA 212 Slamet Maarif dalam jumpa pers di Masjid Al-Ittihad, Tebet, Jaksel, Sabtu (27/1/2018). Tema dari peta politik itu lantaran koalisi 212 yang permanen secara nasional di semua daerah, sebagaimana harapan para ulama dan umat Islam, gagal dibentuk karena beberapa kendala.
[post_ads]Ada 7 pemetaan politik di 17 daerah yang menjalani Pilgub 2018 versi Rizieq yang dibacakan Slamet. Berikut ini lengkapnya:
1. Koalisi 212 utuh tanpa ditunggangi partai pendukung penista agama, seperti di Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara.
2. Koalisi 212 utuh tapi ditumpangi partai pendukung penista agama, seperti di Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Sulawesi Tengah.
3. Koalisi 212 terbelah sehingga sebagian koalisi 212 tanpa partai pendukung penista agama dan koalisi 212 sebagian lagi ditumpangi oleh partai pendukung penista agama, seperti di Sumatera Selatan dan Maluku Utara.
4. Koalisi 212 terpecah sehingga masing-masing koalisi dengan partai pendukung penista agama, seperti di Riau, Lampung, Jatim, NTB, Sulawesi Selatan, dan Maluku.
5. Koalisi 212 tidak berarti karena fokus di cagub-cawagub muslim melawan cagub-cawagub muslim, seperti di Kalimantan Barat.
6. Koalisi 212 tidak berarti karena semua calon nonmuslim sehingga fokus kepada 'Akhoffudh Dhororain' (mudarat yang lebih ringan), seperti di Papua dan NTT.
7. Pilkada di tingkat kota dan kabupaten juga mengalami situasi seperti di atas, sehingga penyikapannya tidak akan mengikuti kaidah yang sama. (gbr/dkp/Detik)
0 Komentar