Sidang e-KTP Ricuh Setnov dan Ganjar adu mulut Fredrich Yunadi Tuding jaksa 'tukang tipu'

Mantan Ketua DPR dan Ketua Golkar, Setya Novanto, menuding Ganjar Pranowo, eks anggota Komisi II DPR yang kini berstatus Gubernur Jawa Tengah, menerima uang suap dari anggaran proyek Kementerian Dalam Negeri dalam kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.

Namun Ganjar kontan membatahnya, dan terjadi adu mulut antara terdakwa Setya Novanto dan Ganjar yang merupakan saksi di persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/2).

Setya menuturkan, mantan anggota Komisi II dari Fraksi Golkar, Mustokoweni, mengaku kepadanya telah memberikan uang suap kepada Ganjar.

Setya berkata, suap itu berasal dari Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha yang telah divonis bersalah dalam perkara korupsi e-KTP.

Selain itu, Setya mengaku juga mendapatkan laporan serupa dari dua bekas anggota Komisi II, Miryam Haryani dan Ignatius Mulyono.

"Mostokoweni pernah pada saat ketemu saya, menyampaikan sudah berikan uang dari Andi untuk Komisi II dan di situ disebut juga Ganjar," kata Setya.

"Andi saat ke rumah saya juga menyebut sudah menyerahkan kepada Komisi II, Banggar (Badan Anggaran DPR), dan untuk Ganjar," tambahnya.

Ganjar menyangkal perkataan Setya. Ia mengklaim tidak pernah menerima uang suap proyek e-KTP, baik dari Mustokoweni yang meninggal pada Juni 2010 maupun Andi Narogong.

[post_ads]

"Mustokoweni janjikan pernah ingin berikan langsung tapi saya tolak. Kalau Miryam katakan pernah berikan, di depan Pak Novel (Baswedan—penyidik KPK), dia katakan tidak pernah berikan uang kepada saya.

"Andi Narogong juga sama seperti itu. Cerita itu tidak benar," kata Ganjar.

Tapi Setya menyatakan tetap teguh kepada ucapannya bahwa Ganjar turut menerima suap. Sebagaimana Ganjar, yang juga kukuh pada bantahannya.

Sebelumnya dalam surat dakwaan KPK untuk eks pejabat Kementerian Dalam Negeri yang telah divonis bersalah, Irman dan Sugiharto, Ganjar disebut menerima suap sebesar US$520 ribu.

[next]

Namun pada surat dakwaan Setya, jaksa tidak menuliskan dugaan tersebut. KPK beralasan, setiap dakwaan dapat dibuat berbeda, meski dalam satu perkara yang sama.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan perbedaan surat dakwaan semata-mata untuk memfokuskan pengungkapan perbuatan pidana yang dituduhkan pada terdakwa.

Dalam sidang lain sebelumnya, mantan kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, menuding jaksa penuntut KPK telah merekayasa tuduhan menghalangi penyidikan yang didakwakan kepadanya.

"Jaksa penuntut KPK itu tukang tipu, mereka anak kemarin sore yang kerjaannya membuat skenario," kata Fredrich di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (8/2).

Fredrich Yunadi mengungkapkan hal itu usai sidang pembacaan surat dakwaan yang menyebutnya melanggar pasal 21 UU 31/1999 tentang tindak pidana korupsi.

Dalam surat dakwaan, Jaksa KPK menuding Fredrich menyusun rencana agar Setya dapat menghindar dari penyidikan kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik.

Jaksa Fitroh Rohcayanto mengatakan, Fredrich menyarankan Setya tidak memenuhi panggilan penyidik pada 15 November 2017.

Pada hari itu, KPK memutuskan menjemput paksa Setya di rumahnya yang berada di Panglima Polim, Jakarta Selatan. Namun ketika itu penyidik tidak menemukan Setya dan menurut jaksa, mantan Ketua Umum Golkar itu bersembunyi di Hotel Sentul, Bogor.

Dalam dakwaan, jaksa juga menyebut Fredrich merekayasa kecelakaan mobil yang dialami Setya, termasuk penanganan medis di Rumah Sakit Medika Permata Hijau.

Fredrich menyangkal seluruh dakwaan yang diarahkan kepadanya. Ia berkata, Setya benar-benar mengalami luka akibat kecelakaan mobil.

Buktinya, kata dia, saat KPK memindahkan Setya ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kencana, bekas kliennya itu harus menjalani perawatan setidaknya selama tiga hari.

"Kalau sakit ringan, seharusnya dia langsung pulang," ucap Fredrich.

Lebih dari itu, Fredrich balik menuding penyidik KPK memaksa Setya mencabut surat kuasanya. Ia menuduh penyidik KPK mengancam isteri dan anaknya.

"Apa urusannya jaksa dengan anak saya. Mereka masuk rumah saya secara kroyokan," tuturnya.

KPK menetapkan Fredrich Yunadi sebagai tersangka pada 10 Januari 2018. Pada saat itu KPK menjadikan juga dokter RS Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo, sebagai tersangka.

Bimanesh dituding bekerja sama dengan Fredrich memuluskan rencana Setya menghindari penyidikan.(bbcindonesia)

Previous
Next Post »
0 Komentar