Showing posts with label Rohingya. Show all posts
Showing posts with label Rohingya. Show all posts

pandangan warga Buddha Myanmar soal Rohingya

Add Comment

Kredibel Times - Pidato pemimpin Mynamar Aung San Suu Kyi mengenai isu krisis kemanusiaan yang tengah terjadi di negaranya gagal menangkis segala kecaman yang disuarakan oleh masyarakat dunia. Kendati demikian, hal itu tidak membuat penduduk Myanmar berhenti memberi dukungan kepada Suu Kyi.

Sebagai bentuk komitmen dalam mendukung pemimpin negaranya, masyarakat turun ke jalan dan menggelar aksi di pusat kota Yangon. Dengan mengenakan atribut Suu Kyi, mereka menonton pidato Suu Kyi lewat sebuah layar besar dan dengan lantang meneriakkan kata-kata dukungan.

"Kami, mayoritas penduduk di sini, berdiri bersamanya. Kami sangat percaya bahwa dia dapat memecahkan masalah ini," kata salah satu warga, Phyu Wint Yee, seperti dilansir dari laman CNN, Rabu (20/9).

"Saya bangga karena dia berbicara atas nama kami kepada dunia," kata warga lain bernama Bran San yang berprofesi sebagai penarik becak.

Sementara itu, warga lain yang tidak ikut menonton pidato Suu Kyi, menunjukkan dukungan dengan cara mengubah foto profil media sosial mereka menjadi foto Suu Kyi.


warga myanmar demo dukung aung san suu kyi ©CNN

Dukungan diberikan kepada Suu Kyi yang seakan tak akan habis, menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat internasional tentang bagaimana pandangan warga di Myanmar yang mayoritas Buddha terhadap warga muslim Myanmar di Negara Bagian Rakhine.

Menurut Khin Maung Maung, salah satu warga yang sudah bekerja sebagai PNS selama 50 tahun di negara tersebut, isu krisis kemanusiaan yang ramai dibicarakan publik dunia merupakan kesalahan informasi yang disebarkan media.

Maung menilai, media internasional hanya berfokus kepada kelompok minoritas saja seperti Rohingya dan mengabaikan penderitaan umat Buddha lain, yang merupakan masyarakat mayoritas di negara tersebut.

Sama seperti Suu Kyi, mereka menyebut kaum etnis Rohingya sebagai "Orang Bengali", istilah yang berarti imigran ilegal. Prinsip yang telah lama mereka pegang adalah bahwa orang Rohingya bukanlah warga negara Myanmar melainkan orang tidak punya malu yang menempati negara itu.

"Mereka adalah teroris bagi penduduk asli," kata seorang penjual mi di distrik Lanmadaw Yangon.

Pendapat lain diberikan oleh Tim Win, seorang agen pengiriman air, adalah bahwa warga Rohingya seharusnya tidak menempati negara mereka. Namun, mereka justru berkembang biak semakin banyak dari waktu ke waktu.

"Populasi mereka terus berkembang dan mengancam keberadaan orang Buddha. Mereka bikin banyak anak," paparnya.

"Saya tidak pernah bertemu langsung dengan mereka karena saya diberitahu bahwa mereka terlalu bahaya bagi orang luar," lanjutnya.

Sedikitnya rasa simpati yang dirasa oleh penduduk Buddha di Myanmar terhadap umat muslim Rohingya disebabkan oleh rasa takut akan terkikisnya keberadaan rakyat mayoritas di sana.

Bahkan, menurut laporan terbaru dari Grup Krisis Internasional, sekitar 90 persen warga Myanmar yang beragama Buddha memiliki gagasan bahwa Islam mengancam keberadaan umat Buddha. Oleh karena itu, mereka justru memilih untuk mendukung serangan terhadap warga muslim Myanmar.

"Perasaan bahwa Islam bisa mengancam keberadaan mereka membuat umat Buddha frustasi. Mereka merasa menderita karena harus mempraktikkan toleransi terhadap agama-agama lain di negaranya," demikian pernyataan laporan tersebut. [pan]

Merdeka.com

Peringatan Keras Bang Japar(ormas) untuk Umat Budha di Indonesia

Add Comment

Ormas Kebangkitan Jawara dan Pengacara Indonesia atau yang lebih dikenal dengan Bang Japar mengingatkan muslim yang ada di Indonesia untuk mewaspadai musuh-musuh yang mencoba mengganggu antar sesama. Hal ini disampaikan oleh perwakilan Bang Japar, Eka Jaya karena melihat kenyataan kebiadaban Myanmar atas etnis muslim Rohingya di Rakhine.

"Di depan kita sudah ada musuh-musuh mencoba untuk mencaplok di antara kita. Yang akan memakan diri kita. Yang menghantam kita punya agama saat ini di Rohingya. Sudah saatnya umat Islam bersatu karena sampai saat ini dan detik ini belum ada yang bisa menyelesaikannya," ia menyampaikannya saat berorasi di hadapan ribuan umat Islam di aksi damai untuk Rohingya, Sabtu (16/9/2017, di sekitar Patung Kuda, Jakarta.

Ia juga mengingatkan kepada umat lain agar tidak mencontoh apa yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar melalui bala tentara dan oknum pemuka agama setempat dalam memperlakukan etnis muslim di Ralkhine.

"Dan satu lagi pertanyaan yang kami sampaikan kepada mereka adalah selain junta militer dan kepolisian, mengapa kaum-kaum Budha begitu sadis kepada saudara-saudara kami, etnis muslim Rohingya? Padahal orang-orang Budha, orang-orang Hindu yang ada di negara kita aman, tentram, nyaman serta bebas melakukan ibadahnya.

Maka jangan salahkan kami, ketika saudara kami dianiaya, saudara kami dibunuh, saudara kami dicincang, imbas kepada saudara-saudara kalian yang ada di sini.
Kami jamin sebagai muslim, kami menunggu itu semua. Mari satukan langkah kita," ia mengingatkan. Hadir pula perwakilan umat Budha di aksi peduli Ronghiya. Ia berharap pemuka agama di sini menyatakan penolakannya atas kebiadaban di Rakhine.

"Kita lihat ada teman-teman kita (Budha/Walubi), kita minta pernyataan sikap mereka. Andaikan mereka diam, artinya mereka menyetujui kebiadaban yang terjadi di sana. Kalau mereka setuju dengan tragedi di sana, maka demi Allah kami akan nyatakan perang dengan mereka," tutup tegasnya mengingatkan. (Robi/voa-islam.com)



VOA ISLAM

Video Wawancara Pengungsi Rohingya Sebut "INDONESIA MISKIN", Saya Harap Bisa Ke Amerika

Add Comment
Beberapa waktu lalu, meletus konflik di wilayah Rakhine, Myanmar, yang menyebabkan sekitar 87.000 umat Muslim Rohingya mengungsi ke Bangladesh untuk menyelamatkan diri dari kekerasan.

Kejadian memilukan yang memunculkan simpati,haru,ari mata, dari orang yang mendengar dan menyaksikan krisis kemanusiaan tersebut melalui media.

Pengungsi Rohingya berjalan di jalan berlumpur setelah menyeberangi perbatasan Banglades-Myanmar di Teknaf, Banglades, Minggu (3/9/2017).

Kecaman pun dilayangkan kepada militer,Pemerintah Myanmar,hingga kepada biksu Wirathu.
Tak terkecuali dari Indonesia.

Digelarnya aksi solidaritas Rohingya diberbagai wilayah di Indonesia, penggalangan dana, kiritik hingga solusi berupa Formula 4+1 untuk Rakhine.






Semua itu atas dasar kemanusiaan.

Namun, baru-baru ini beredar sebuah video yang sangat kontras.
Sebuah video yang mungkin membuat kita sedikit terenyuh dengan statement dari pengungsi rohingya di Bireun, Aceh Timur, Indonesia.

Video yang diunggah di Facebook oleh akun bernama Stefanus Robby Cahyadi G membuat heboh warganet.
Pasalnya seorang pengungsi yang diwawancarai oleh reporter salah satu media Indonesia, mengungkapkan bahwa, ia lebih memilih untuk mengungsi ke Amerika Serikat, karena Indonesia uangnya kecil (Miskin), dan Amerika lebih sejahtera.




Tribunnews

Ini Alasan Nasionalis Buddha Myanmar Tolak Kehadiran Rohingya

Add Comment


Kaum nasionalis Buddha Myanmar telah memanfaatkan serangan milisi Rohingya, ARSA, sebagai senjata untuk membendung Islamisasi di negara itu.

Serangan ke pos polisi pada 25 Agustus lalu menewaskan sedikitnya selusin anggota pasukan keamanan Myanmar dan memicu bentrokan yang mengakibatkan kematian sekitar 400 orang. Lebih dari 370 ribu pengungsi Rohingya telah melarikan diri ke negara tetangga, Bangladesh.
Bagi kaum nasionalis Buddha garis keras, kekacauan menjadi alasan untuk membentuk pencitraan negatif terhadap minoritas muslim Rohingya di negara itu.

Ma Ba Tha, sebuah kelompok yang dipimpin oleh biksu Buddha ultranasionalis, menggunakan serangan pada 25 Agustus sebagai propaganda di surat kabar mingguan mereka, Aung Zay Yatu, yang slogannya adalah "Ras dan Agama Harus Ada Sampai Dunia Berakhir."

Pada terbitan 1 September media itu, ada judul berita utama berbunyi Bahaya Berbeda bagi Muslim Bengali. Surat kabar itu juga menampilkan sebuah wawancara dengan Ashin Wirathu, seorang biksu garis keras dan pemimpin Ma Ba Tha, yang dipenjara karena menghasut kekerasan anti-muslim.

Beberapa hari setelah serangan Agustus di Rakhine, Wirathu tampil di sebuah demonstrasi di depan Balai Kota di Yangoon. Wirathu menyuarakan ketakutan akan Islamisasi di negara itu.

"Kami pernah ke beberapa sekolah menengah di Maungdaw dan kami tidak melihat orang-orang etnis kami di sekolah-sekolah ini," kata Wirathu merujuk pada salah satu dari tiga kota utama di Negara Bagian Rakhine utara yang terkena dampak konflik militer di sana. "Semuanya mahasiswa Bengali. Akankah dunia tahu siapa mayoritas atau siapa minoritas saat melihat kondisi itu?"

Pemimpin redaksi koran Aung Zay Yatu, Maung Thway Chun, mengatakan dia tidak memiliki kebencian terhadap muslim dan memiliki teman-teman muslim tapi ancaman "Islamisasi" adalah sebuah masalah.

"Kami tidak menindas muslim, dan kami mengenali keberadaan mereka. Tapi kita tidak ingin umat Islam menelan negara kita. Mereka tidak akan selesai dengan menyerang hanya Rakhine. Mereka juga akan menyerang wilayah Chin State atau Irrawaddy," kata Maung merujuk pada dua negara bagian yang terletak di selatan dan timur laut Rakhine State.

"Kalau begitu negara ini akan menjadi negara muslim. Sungguh memalukan bagi kita bahwa tanah yang kita warisi dari generasi kita sebelumnya akan hilang pada zaman kita."

Umat muslim berjumlah hanya sekitar 4 persen dari 53 juta orang di negara itu, dan Rohingya merupakan bagian dari kelompok minoritas ini. Tapi kondisi di Rakhine State memicu kecemasan eksistensial nasional bagi sebagian kalangan Buddha karena warga etnis Rohingya terkonsentrasi di wilayah itu dengan lebih dari 1,1 juta orang tinggal di sana.

Seperti yang dilansir The Atlantic pada 7 September 2017, Francis Wade, penulis buku Buddhist Violence and Making of a Muslim Other, mengatakan ada juga kecemasan lokal yang dirasakan oleh Rakhine (Buddhis) yang sering bersifat materialistis bahwa Rohingya akan mengambil alih tanah dan sumber daya lainnya.

Maraknya kekerasan di Rakhine State telah mempersulit upaya pemerintah Aung San Suu Kyi untuk menghadapi Ma Ba Tha. Banyak kritikus Barat melihat Suu Kyi sebagai orang yang berperasaan dalam menghadapi penindasan Rohingya, nasionalis Buddhis juga marah kepadanya tapi untuk alasan yang berlawanan. Mereka mengira dia lemah terhadap Rakhine dan "Islamisasi".

Salah satu hal pertama yang dilakukan Suu Kyi setelah berkuasa pada 2016, yakni menunjuk sebuah komisi yang dipimpin mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan untuk memberikan rekomendasi mengenai solusi terhadap konflik itu.

Namun, kurang dari dua bulan setelah dia mengumumkan kabar itu, kelompok yang kemudian dikenal sebagai Tentara Penyelamatan Rohingya Arakan atau ARSA membunuh sembilan petugas di pos-pos penjagaan perbatasan dan memicu bentrokan yang menewaskan puluhan warga etnis Rohingya dan memaksa hampir 90 ribu orang memasuki Bangladesh.

Munculnya kelompok Rohingya, ARSA, memberi "oksigen baru" pada kelompok nasionalis Buddha, Ma Ba Tha.

THE ATLANTIC | YON DEMA

TEMPO.CO

Bukan Umat Buddha yang Membunuh Muslim di Myanmar, Muslim Rohingya Membunuh Umat Buddha Dari tahun 1947

Add Comment


Ada kesalahpahaman besar tentang kekerasan di Burma yang telah menyebabkan korban jiwa besar bagi Muslim Rohingya dan umat Buddha Burma. Oleh karena itu penting agar penilaian yang adil terhadap masalah ini dilakukan untuk menjelaskan wilayah abu-abu dan mencerahkan orang-orang yang tidak memahami masalah ini.

Orang-orang Rohingya adalah minoritas Muslim yang bermigrasi dari Bangladesh dan tinggal di Myanmar. Masyarakat berkembang dalam jumlah besar dalam waktu yang sangat singkat tanpa perencanaan keluarga dan pertimbangan terhadap sumber daya yang terbatas, karena komunitas pribumi di daerah tersebut telah menjadi minoritas dan kehilangan tanah mereka sendiri yang direbut oleh meningkatnya populasi orang Rohingya .

Menurut Rohingya, mereka berasal dari negara bagian Rakhine, sementara sejarawan Burma mengklaim bahwa mereka bermigrasi ke Burma dari Bengal terutama selama masa pemerintahan Inggris di Burma, dan pada tingkat yang lebih rendah, setelah kemerdekaan Burma pada tahun 1948 dan Perang Pembebasan Bangladesh di 1971.

Pemerintahan Jenderal Ne Win, pada tahun 1982, memberlakukan undang-undang kebangsaan Burma, yang menolak kewarganegaraan kepada orang-orang Rohingya yang menghormati pendapat sebagian besar orang Birma. (96%) Keputusan tersebut juga terjadi karena orang-orang Rohingya memberontak kepada pemerintah selama beberapa dekade dengan dukungan kekuatan luar, terutama dari gerakan separatis dan kelompok ekstremis termasuk Al Qaeda.

Pemberontakan Rohingya di Myanmar Barat merupakan pemberontakan di negara bagian Rakhine utara (juga dikenal sebagai Arakan), dilancarkan oleh gerilyawan yang tergabung dalam etnis minoritas Rohingya. Sebagian besar bentrokan terjadi di Distrik Maungdaw, yang berbatasan dengan Bangladesh.

Kelompok mujahidin lokal memberontak pasukan pemerintah Dari tahun 1947 sampai 1961, dalam upaya untuk memiliki semenanjung Mayu yang sebagian besar penduduknya Rohingya di negara bagian Rakhine utara memisahkan diri dari Myanmar, dan diasingkan oleh Pakistan Timur (Bangladesh sekarang). Pada akhir 1950-an mereka kehilangan sebagian besar dukungan mereka dan menyerah kepada pasukan pemerintah.

Pemberontakan Rohingya modern di Rakhine utara dimulai pada tahun 2001 meskipun Shwe Maung, anggota parlemen mayoritas Rohingya, menolak klaim bahwa kelompok gerilyawan baru mulai beroperasi di sepanjang perbatasan Bangladesh.

Insiden terbaru yang dilaporkan terjadi pada bulan Oktober 2016, di mana bentrokan meletus di perbatasan Myanmar-Bangladesh, dengan gerilyawan Rohingya terkait dengan kelompok Islamis asing yang dicurigai sebagai pelaku.

Namun Rohingya telah tinggal di Burma selama beberapa generasi dan mencapai hampir 4% populasi Myanmar.

Di sisi lain, insiden pemerkosaan brutal dan pembunuhan seorang wanita Budha Rakhine oleh pria Muslim , diikuti oleh pembunuhan Muslim Rohingya (sebagai pembalasan) yang memicu kerusuhan komunal antara umat Buddha Rakhine dan Muslim Rohingya. Ini bukan pembantaian satu sisi, tapi juga kerusuhan komunal dengan korban dari kedua belah pihak .

Masalahnya menjadi lebih parah ketika Rohingya mulai membunuh biksu juga. Seringkali dengan memancung mereka. Sedikitnya 19 pembunuhan biksu tersebut dilaporkan terjadi dalam beberapa bulan dimana para bhikkhu mulai mengambil bagian dari kelompok pribumi yang memerangi orang-orang Rohingya.

Sekarang pertanyaan yang setiap orang harus kita tanyakan adalah, mengapa orang Muslim membunuh orang Kristen? Mengapa Muslim membunuh Muslim? hampir di mana-mana di dunia Tak satu pun dari umat Buddha yang kita tahu ingin membunuh Muslim , setidaknya bukan karena alasan agama. Tapi di Myanmar kita menemukan toleransi yang rendah terhadap proselitisme , ini berarti tidak ada masalah dengan agama apapun yang mungkin Anda miliki, selama Anda menaatinya dan tidak berusaha untuk mengonversi orang lain. Orang-orang Kristen telah belajar pelajaran mereka sejak lama meskipun mereka terus melakukannya tanpa bersikap agresif mengenai hal itu, orang-orang Hindu tidak pernah memiliki ambisi semacam itu, umat Buddha tidak pernah terlibat dalam hal itu, namun orang-orang Muslim ... Baiklah ... baiklah ... baiklah.

Di sisi lain komunitas Rohingya cenderung sangat konservatif dalam pernikahan antar iman di mana mereka menghukum dan kadang-kadang membunuh wanita mereka jika mereka menikahi seseorang di luar Rohingya. Sementara mereka siap menikahi wanita Budhis dan mengubahnya menjadi Islam. Ini tidak sesuai dengan beberapa faksi konservatif mayoritas Buddhis, karena alasan yang jelas.

Orang-orang Kristen dan kaum hindus, komunitas terbesar ke-2 dan ke-4, oleh populasi , berintegrasi dengan baik meskipun banyak etnis Kristen terlibat melawan Bani Budha (Kachin, Chin, Karen, dll), perselisihan itu bersifat historis, teritorial dan berbasis sumber daya, tidak pernah religius . Juga, agama yang menghina, agama APAPUN, dengan alasan apapun, adalah ilegal di Myanmar dan akan mendatangkan Anda di penjara dalam hitungan jam . Dan itu diberlakukan secara aktif, mungkin karena alasan yang bagus.

Muslim Rohingya disambut sebagai tamu pada awalnya menurut sejarawan. Ada sedikit atau tidak ada masalah di awal. Masalah seperti pemberontakan memang terjadi kemudian namun kesepakatan tercapai dan dilucuti senjata pada awal tahun 60an. Meskipun konflik kecil terjadi di antara kedua komunitas tersebut, tidak ada yang serius terjadi sampai sekitar 5 tahun yang lalu dimana umat Islam berkumpul dan berjalan di jalanan untuk membunuh penduduk asli minoritas di wilayah mereka. Itulah sebabnya umat Budha Burma mulai menyerang orang-orang Muslim yang membunuh saudara dan saudari mereka di tanah Rohingya.

Oleh karena itu, penting sekali agar orang mengerti bahwa umat Budha tidak membunuh Muslim tapi penduduk asli merespons pemberontak yang secara virtual melakukan misi pembersihan etnis adalah Negara Bagian Rakhine . Jika umat Buddha salah, mereka mungkin juga menyerang orang Kristen.Setidaknya ada beberapa jenis diskriminasi terhadap orang Kristen yang merupakan komunitas keagamaan terbesar kedua di Burma yang belum pernah terjadi.

Juga harus dicatat bahwa tidak ada yang harus menghubungkan kerusuhan dengan perang agama. Ini adalah perang politik dimana penduduk asli berusaha melindungi kehidupan mereka dari gerilyawan yang tergabung dalam komunitas yang bermigrasi. Siapa yang tidak hanya mencoba untuk berkembang biak pada tingkat yang mengganggu, tetapi juga mencoba untuk mengubah orang pribumi dengan iman mereka secara paksa dengan cara langsung dan tidak langsung. Untuk membuatnya menjadi yang terburuk, mereka mempromosikan orang Rohingya untuk menikahi orang Budha namun telah melarang wanita Rohingya untuk menikahi umat Budha . Kerusuhan yang dilakukan Rohingya dimulai dengan menyerang umat Budha dan sebaliknya karena terbukti benar di tempat lain di dunia ini. Ini adalahRohingya yang membunuh orang-orang yang meneriakkan Allahu Akbar dan bukan seorang Buddhis tunggal karena umat Buddha tidak mungkin membenarkan pembunuhan sesuai ajaran mereka. Tapi kelangsungan hidup mereka telah menjadi prioritas yang memaksa mereka untuk melawan.

Umat ​​Buddha di Burma telah melihat kerusuhan Rohingya terhadap mereka selama lebih dari setengah abad tanpa alasan yang jelas kecuali kebutuhan untuk menciptakan wilayah Islam yang terpisah di Burma dengan dana yang berasal dari organisasi ekstremis dan timur tengah selain dukungan yang mereka dapatkan dari negara tetangga. Pakistan dan Bangladesh . Ini sebagai upaya terakhir mereka memilih untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi. Itu hanyalah sebuah pertanyaan bagi umat Budha bahwa mereka bersedia mati di tangan separatis Muslim atau mencoba menang dengan melawan.